mabar.online Rencana pemerintah untuk membatasi akses game online bagi anak-anak mendapat sambutan positif dari kalangan legislatif. Salah satu anggota DPR dari Fraksi PKB, Syamsu Rizal, menilai langkah ini penting untuk menjaga kesehatan mental dan perilaku generasi muda. Dunia digital saat ini berkembang sangat cepat, dan anak-anak sering kali menjadi pengguna paling aktif tanpa memahami risiko di baliknya.
Menurutnya, pembatasan game online bukan bentuk larangan total, melainkan pengaturan yang lebih bijak. Anak-anak tetap dapat menikmati hiburan digital, tetapi dalam batas waktu dan pengawasan yang jelas. Tujuannya adalah menanamkan kesadaran bahwa teknologi harus digunakan dengan seimbang, tidak mengganggu waktu belajar maupun interaksi sosial di dunia nyata.
Bahaya Ketergantungan Game Online
Fenomena kecanduan game online sudah banyak menjadi perhatian publik. Banyak anak menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar, bahkan hingga melupakan kegiatan penting seperti belajar, berolahraga, dan bersosialisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berlebihan dapat memicu gangguan tidur, stres, hingga penurunan kemampuan fokus.
Selain itu, aspek sosial anak juga bisa terganggu. Ketika interaksi lebih banyak terjadi di dunia virtual, kemampuan berkomunikasi di dunia nyata menurun. Anak-anak juga mudah terpapar konten tidak pantas seperti kekerasan, ujaran kebencian, atau perilaku konsumtif yang muncul dari dalam permainan. Karena itu, regulasi dan edukasi digital perlu berjalan beriringan.
Perluasan Regulasi ke Media Sosial
Tak hanya game online, Syamsu Rizal juga menyoroti peran media sosial yang sama berisikonya bagi anak-anak. Ia menegaskan, pembatasan seharusnya tidak berhenti di platform permainan digital saja. Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube justru lebih sering menjadi sumber pengaruh negatif, terutama dalam hal perilaku dan cara berpikir anak muda.
Konten yang viral di media sosial sering kali tidak ramah anak. Banyak di antaranya mempromosikan gaya hidup instan, kekerasan verbal, atau perilaku meniru tanpa pemahaman. Dampaknya bisa lebih berbahaya dibanding game karena konten tersebut dikonsumsi secara pasif dan berulang. Maka, pengawasan terhadap platform sosial harus diperkuat agar anak-anak tidak tumbuh dalam lingkungan digital yang salah arah.
Pentingnya Literasi Digital Sejak Dini
Pembatasan tanpa edukasi hanya akan menjadi solusi sementara. Literasi digital perlu ditanamkan sejak usia sekolah dasar agar anak mampu memilah mana konten yang baik dan mana yang berpotensi merugikan. Pemerintah, sekolah, dan orang tua harus bekerja sama memberikan pemahaman tentang etika berinternet.
Anak perlu tahu bahwa dunia digital tidak selalu mencerminkan kenyataan. Mereka harus diajarkan berpikir kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh tren sesaat. Literasi digital juga mencakup kesadaran akan privasi data, keamanan siber, dan perilaku sopan di dunia maya. Jika edukasi ini berhasil diterapkan, anak-anak bisa lebih bijak menggunakan teknologi tanpa perlu larangan ketat.
Kolaborasi Pemerintah, DPR, dan Masyarakat
Syamsu Rizal menilai bahwa keberhasilan pembatasan akses digital sangat bergantung pada kolaborasi semua pihak. Pemerintah dapat menyediakan regulasi yang jelas, DPR mengawasi implementasinya, dan masyarakat ikut berpartisipasi mengawasi lingkungan sekitar. Tanpa kerja sama yang kuat, aturan apa pun akan sulit berjalan efektif.
Ia juga mengingatkan pentingnya keterlibatan orang tua. Pengawasan digital di rumah menjadi garda terdepan dalam melindungi anak. Orang tua perlu memahami teknologi yang digunakan anak, serta aktif berdialog agar anak merasa nyaman menceritakan aktivitas onlinenya. Pengawasan bukan berarti membatasi kebebasan, tetapi membentuk kebiasaan yang sehat.
Platform Digital Harus Ambil Bagian
Selain pemerintah, tanggung jawab besar juga ada di tangan penyedia platform digital. Perusahaan seperti Meta, Google, dan TikTok seharusnya memiliki kebijakan yang lebih ketat terhadap pengguna di bawah umur. Mereka dapat memperkuat fitur kontrol orang tua, filter konten, hingga sistem pelaporan yang cepat terhadap konten berbahaya.
Kebijakan semacam itu bukan hanya bentuk kepatuhan hukum, tapi juga bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan sistem yang transparan dan mudah digunakan, orang tua bisa lebih mudah mengatur waktu layar anak serta mengontrol aktivitas digital mereka tanpa harus terlalu mengekang.
Tantangan di Era Digital Cepat
Tantangan terbesar pembatasan akses digital bukan hanya pada teknologinya, tapi juga pada mentalitas pengguna. Anak-anak sekarang tumbuh di era serba cepat, di mana hiburan selalu tersedia di genggaman. Menutup satu platform bisa membuat mereka berpindah ke platform lain. Karena itu, pendekatan yang lebih tepat adalah membangun kesadaran, bukan sekadar memberi batas.
Teknologi juga sebaiknya dipandang sebagai alat, bukan ancaman. Dengan bimbingan yang tepat, dunia digital bisa menjadi ruang kreatif bagi anak-anak untuk belajar, berinovasi, dan mengembangkan potensi. Pembatasan harus diiringi dorongan positif agar anak-anak tetap tumbuh menjadi generasi digital yang produktif dan beretika.
Kesimpulan: Membangun Generasi Cerdas Digital
Langkah pemerintah membatasi game online adalah awal yang baik, tetapi belum cukup. Media sosial justru menjadi tantangan yang lebih besar karena sifatnya yang terbuka dan sulit dikontrol. Kolaborasi antara pemerintah, DPR, lembaga pendidikan, dan masyarakat menjadi kunci agar kebijakan ini berjalan seimbang.
Dengan kombinasi regulasi, edukasi, dan literasi digital yang kuat, anak-anak Indonesia bisa tumbuh di dunia maya dengan lebih aman. Mereka bukan hanya pengguna teknologi, tetapi juga pencipta masa depan digital yang sehat, kreatif, dan berkarakter.

Cek Juga Artikel Dari Platform outfit.web.id
