mabar.online Langkah yang cukup mengejutkan terjadi di industri game digital ketika dua platform distribusi raksasa—Steam dan Epic Games Store—sama-sama menolak sebuah judul game baru berjudul Horses. Keputusan ini mencuri perhatian karena kedua platform dikenal cukup terbuka terhadap berbagai genre permainan, termasuk horror dan thriller psikologis.
Selama ini, Steam memiliki reputasi sebagai platform yang mengakomodasi beragam konten, mulai dari game indie, game eksperimental, hingga genre dewasa. Meski begitu, Steam tetap menerapkan regulasi tertentu, terutama terkait game bertema pornografi ekstrem dan konten sensitif. Di sisi lain, Epic Games Store, meski lebih selektif, jarang terlihat mengambil langkah pemblokiran yang dilakukan bersamaan dengan Steam.
Kasus Horses akhirnya menjadi salah satu contoh langka ketika dua platform besar mengambil sikap kompak untuk tidak mengizinkan sebuah game dirilis. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: apa yang sebenarnya terjadi?
Game Horror dengan Konsep Unik namun Kontroversial
Horses merupakan game horror psikologis yang menggabungkan simulasi peternakan dengan cerita yang kelam dan tidak biasa. Premisnya terlihat sederhana: pemain diminta mengurus sebuah peternakan selama dua minggu in-game. Namun, latar belakang cerita dan karakter utama membuat game ini terasa jauh dari kata normal.
Di dalam game, pemain tidak hanya diberi tugas mengurus hewan, memelihara lahan, atau melengkapi aktivitas harian seperti pada game simulasi peternakan umumnya. Faktor yang paling mengganggu justru datang dari karakter “kuda” yang harus diurus. Kuda dalam konteks game ini bukanlah hewan ternak, melainkan manusia yang mengenakan topeng kuda dan diperlakukan seperti hewan peliharaan.
Konsep inilah yang menjadi pusat kontroversi. Banyak pihak menilai ide tersebut terlalu disturbing karena menampilkan manusia sebagai objek hewan yang harus “dirawat”, menghadirkan unsur yang dianggap tidak pantas hingga berpotensi melanggar batas moral tertentu.
Mengapa Steam dan Epic Tidak Memberikan Persetujuan?
Hingga kini, kedua platform belum memberikan pernyataan resmi mengenai alasan detail penolakan game Horses. Namun, beberapa kemungkinan dapat memberikan gambaran mengenai alasan di balik keputusan tersebut:
1. Konten yang Dianggap Melanggar Etika
Steam dan Epic memiliki kebijakan tegas terhadap konten yang menggambarkan eksploitasi manusia atau unsur yang berkaitan dengan kekerasan ekstrem terhadap manusia. Meskipun game ini tidak mengarah pada kekerasan grafis, konsep manusia yang diperlakukan sebagai hewan bisa dianggap tidak etis.
2. Kekhawatiran terhadap Interpretasi Pengguna
Game dengan unsur “manusia berkedok hewan” sering kali dihubungkan dengan fetish tertentu atau simbolisme yang sensitif. Platform digital tentu tidak ingin menghadapi kontroversi yang dapat merusak reputasi mereka.
3. Regulasi baru terkait game horror ekstrem
Beberapa tahun terakhir, Steam memperketat regulasi terhadap konten yang terlalu ekstrem, baik dari visual maupun aspek psikologisnya. Jika sebuah game dianggap dapat menimbulkan dampak negatif, Steam cenderung mengambil langkah preventif.
4. Faktor keamanan dan komunitas
Game dengan tema ekstrem berpotensi menimbulkan reaksi keras dari komunitas gamer. Steam dan Epic mungkin melihat risiko konflik atau laporan negatif yang tinggi jika game tersebut dipublikasikan.
Respons Komunitas: Ada yang Penasaran, Ada yang Menolak
Kontroversi Horses justru membuat sebagian gamer semakin penasaran. Seperti banyak kasus pemblokiran konten di masa lalu, larangan justru membuat beberapa orang ingin mengetahui apa yang membuatnya dianggap terlalu ekstrem untuk dipublikasikan.
Namun, di sisi lain, tidak sedikit gamer yang merasa bahwa keputusan Steam dan Epic sudah tepat. Mereka berpendapat bahwa game tersebut memiliki konsep yang terlalu menyimpang, membingungkan, atau tidak pantas untuk dipasarkan secara publik.
Beberapa komentar dari komunitas menyebutkan bahwa tema manusia dengan topeng hewan menyerempet batas moral, sedangkan lainnya merasa bahwa game ini hanya mencoba menarik perhatian melalui shock value tanpa menyediakan kualitas gameplay yang kuat.
Industri Game dan Batas Kreativitas
Kasus Horses memunculkan diskusi lebih luas mengenai batas kreativitas dalam industri game. Sebagai medium seni digital, game memiliki ruang eksplorasi yang luas. Banyak pengembang indie menggunakan genre horror psikologis untuk menyampaikan pesan atau eksperimen emosional. Namun, kreativitas tersebut tetap berada dalam batasan etika, hukum, dan keamanan pengguna.
Perdebatan pun muncul: apakah Horses sekadar karya eksperimen artistik atau bentuk provokasi berlebihan? Tanpa rilis resmi, sulit menilai kualitas gameplay dan pesan yang ingin disampaikan pengembang.
Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Saat ini, nasib Horses masih belum jelas. Dengan ditolaknya game ini oleh dua platform besar, pengembang mungkin harus mencari alternatif seperti Itch.io atau platform distribusi lain yang lebih terbuka terhadap eksperimen artistik ekstrem. Namun, rilis di platform kecil tentu memiliki jangkauan audiens yang jauh lebih terbatas.
Jika pengembang ingin tetap masuk ke pasar mainstream, kemungkinan besar mereka harus melakukan revisi besar terhadap konten, tema, atau visual game. Steam dan Epic pada dasarnya membuka peluang negosiasi selama pengembang bersedia menyesuaikan diri dengan kebijakan yang berlaku.
Penutup
Kasus pemblokiran Horses oleh Steam dan Epic Games Store menunjukkan bahwa kebebasan kreatif dalam dunia game tetap membutuhkan batasan. Meskipun genre horror psikologis dikenal luas sebagai ruang eksplorasi, beberapa konsep dapat dianggap terlalu sensitif untuk dirilis di platform arus utama. Keputusan dua platform besar ini juga menjadi pengingat bahwa kualitas, etika, dan tanggung jawab sosial tetap menjadi pertimbangan utama dalam distribusi sebuah game.

Cek Juga Artikel Dari Platform jalanjalan-indonesia.com
